BAB I
PENDAHULUAN
A . LATAR BELAKANG
PENDAHULUAN
A . LATAR BELAKANG
Manusia setiap hari melakukan aktivitas komunikasi. Mulai dari bangun tidur karena suara kokok ayam jantan, mandi sambil mendengarkan radio, berpakaian dan berdandan sambil menonton televisi, sarapan sambil membaca koran, bahkan dalam perjalanan ke sekolah atau bekerja melihat berbagai iklan dalam bentuk billboard, spanduk, selebaran, sampai kembali tidur di malam hari mungkin masih mendekap surat kabar atau tertidur ketika sedang menonton televisi. Hal ini kadang-kadang menjadi rutinitas warna kehidupan manusia modern. Sebelum mesin cetak, radio, dan televisi ditemukan, manusia sudah melakukan aktivitas komunikasi, baik menggunakan bahasa verbal, yakni oral dan tulisan juga pemakaian simbol-simbol dan isyarat menjadi kebiasaan. Jadi, di samping bercakap-cakap secara lisan antara manusia satu dengan lainnya, aktivitas menulis juga dilakukan.
Kerendahan hati adalah untuk kebebasan dan tidak mengganggu. Batu konflik berada dalam kesadaran “saya” dan “milik saya” lebih berperan posesif, over peraturan, aktivitas, objektiv, kelengkapan fisik, paradok (bertentangan). sementara hilang satu kesadaran yang mana dia ingin menjaga agar dia nya menjadi paling mantap, yang mana nilai universal memberi maksud dalam kehidupan. Kerendahan hati menghapus sikap posesif dan membatasi pandangan terhadap bentuk fisik, keintelektualan, dan batas-batas emosional. Memusnahkan sekat pembatas segala bentuk yang membangga-banggakan diri dan dinding yang membangun kecongkakan dan kesombongan. Yang mana disisi lain, hati yang lemah lembut dapat membuat untuk membuka terobosan.
B . MASALAH
Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
a. Status effect
b. Semantic Problems
c. Perceptual distorsion
d. Cultural Differences
e. Physical Distractions
f. Poor choice of communication channels
g. No Feed back
C . TUJUAN
Adapun tujuan dalam pembahasan ini yakni menjelaskan pentingnya rendah hati ( humble ) dalam komunikasi dan memahami ;
a. Status effect
b. Semantic Problems
c. Perceptual distorsion
d. Cultural Differences
e. Physical Distractions
f. Poor choice of communication channel
g. No Feed back
BAB II
PEMBAHASAN
A . KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
Trampil berbicara dengan hanya mengandalkan teknik rhetorika, nampaknya belum cukup untuk menjadi seorang pembicara / pedharma wacana / duta dharma yang handal. Karena bagimanapun hebatnya daya pesona yang ditimbulkan oleh seorang pembicara dalam penampilannya tanpa didukung oleh efektifitas pembicaraan yang dibawakannya, maka apa yang disampaikannya itu akan berlalu begitu saja tanpa menimbulkan kesan yang mendalam, atau dengan kata lain efek pesan yang disampaikannya itu hanya bertahan sampai selesainya pembicaraan, begitu pembahasan selesai maka selesai pulalah segalanya. Untuk itulah maka disamping seorang pembicara dalam memberikan dharma wacana perlu memiliki rhetorika yang baik, ia juga perlu menguasai apa yang disebut berkomunikasi yang efektif.
Berkomunikasi Efektif merupakan sarana penyampaian ide kepada orang atau khalayak secara lisan dengan cara yang mudah dicerna dan dimengerti oleh pendengarnya. Hal itu dapat terjadi jika pembicaraannya sistematis, benar, tepat dan tidak berbelit-belit dengan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Tidak peduli seberapa berbakatnya seseorang, betapapun unggulnya sebuah produk, atau seberapa kuatnya sebuah kasus hukum, kesuksesan tidak akan pernah diperoleh tanpa penguasaan ketrampilan komunikasi yang efektif. Apakah anda sedang mempersiapkan dharma wacana, presentasi, negosiasi bisnis, melatih tim olah raga, membangun sebuah teamwork, bahkan menghadapi ujian akhir gelar kesarjanaan, maka efektifitas komunikasi akan menentukan kesuksesan anda dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
Banyak pakar komunikasi yang meyakini, tidak ada seorang pun di dunia ini yang memiliki kemampuan atau pengetahuan dan pemahaman mengenai komunikasi sebaik yang dimiliki oleh “William Shakespeare” sastrawan Inggris yang sangat terkenal di abad pertengahan, yang hingga saat ini masih dipandang sebagai referensi utama sastra dunia.
Selama berabad-abad banyak sekali komunikator ulung di dunia yang menjadikan inspirasi dan panduan dari karya-karyanya yang abadi. Ada sebuah buku yang berjudu “Say it Like Shakepeare” karya “Thomas Leech” seorang pakar dan konsultan Komunikasi Bisnis, sekaligus pembicara public yang terkenal di Amerika Serikat Dan uniknya lagi, dalam buku ini justru menggali lebih dalam karya-karya sang jenius sastra dan mengaplikasikan inspirasi dan karya-karya tersebut dalam dunia komunikasi baik personal maupun dalam komunikasi bisnis.
Sedangkan menurut “Stephen Covey”, justru komunikasi merupakan ketrampilan yang paling penting dalam hidup kita. Kita menghabiskan sebagian besar jam di saat kita sadar dan bangun untuk berkomunikasi. Sama halnya dengan pernafasan, komunikasi kita anggap sebagai hal yang otomatis terjadi begitu saja, sehingga kita tidak memiliki kesadaran untuk melakukannya dengan efektif.Kita tidak pernah dengan secara khusus mempelajari bagaimana menulis dengan efektif, bagaimana membaca dengan cepat dan efektif, bagaimana berbicara secara efektif, apalagi bagaimana menjadi pendengar yang baik.
Bahkan untuk yang terakhir, yaitu ketrampilan mendengar tidak pernah diajarkan atau kita pelajari dalam proses pembelajaran yang kita lakukan baik di sekolah formal maupun pendidikan informal lainnya. Bahkan menurut “Covey”, hanya sedikit orang yang pernah mengikuti pelatihan mendengar. Dan sebagaian besar pelatihan tersebut adalah ”Teknik Etika Kepribadian”, yang terpotong dari dasar karakter dan dasar hubungan yang mutlak vital bagi pemahaman kita terhadap keberadaan orang lain.
Stephen Covey menekankan konsep saling ketergantungan (Interdependency) untuk menjelaskan hubungan antar manusia. Unsur yang paling penting dalam komunikasi bukan sekedar pada apa yang kita tulis atau kita katakan, tetapi pada karakter kita dan bagaimana kita menyampaikan pesan kepada penerima pesan. Jika kata-kata ataupun tulisan kita dibangun dari teknik hubungan manusia yang dangkal (etika kepribadian), bukan dari diri kita yang paling dalam (etika karakter), orang lain akan melihat atau membaca sikap kita. Jadi, syarat utama dalam komunikasi efektif adalah karakter yang kokoh yang dibangun dari fondasi Integritas pribadi yang paling kuat.
Menurut Covey ada 6 deposito utama yang dapat menambah rekening bank emosi dalam menjalin hubungan interpersonal : 1) Berusaha benar-benar mengerti orang lain; 2) Kebaikan dan sopan-santun; 3) Memenuhi komitmen dan janji; 4) Menjelaskan harapan; 5) Meminta maaf; 6) Integritas Pribadi;
Selain memiliki fondasi utama dalam membangun komunikasi yang efektif, maka kita perlu juga memperhatikan 5 (lima) Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Effective Communication) yang dikembangkan dan dirangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu “REACH”, yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.
B . Pengertian Humble
Humility berasal dari kata bahasa Arab “ tawadu` “. mempunyai arti sederhana dan rendah hati. Rendah hati iaitu: menghindari dari membangga-banggakan diri sendiri (riya) dan menghindari dari meremehkan orang lain, yang dimaksud dengan membanggakan diri itu adalah; merasa dirinya sendirilah yang paling tinggi dan paling dihormati dan menganggap yang lain bawahan. Karakter ini banyak sekali kita temukan dimana seseorang itu merasa dirinya adalah orang penting, dan sangat berpengaruh dia juga sangat takut kalau tidak memperoleh kemashuran/terkenal atau dia menjadi orang yang arogan (congkak) kepada orang lain.
Maksud dari kesederhanaan itu adalah kemurnian dalam segala hal prilaku. Ini adalah aspek penting dalam tahdib atau moral islam. Kesederhanaan atau rendah hati menjadikan seseorang itu melakukan perbuatan baik tanpa berusaha untuk dicatat dan tanpa dipamerkan. Lawan dari kesederhanaan dan rendah hati adalah merasa bangga.
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap rendah hati pada intinya antara lain; sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran “Customer First Attitude”), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (Respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.
Stephen Covey, dalam bukunya yang sangat terkenal “The 7 Habbits of Highly Effective People”, memberi panduan bagi kita bagaimana menjadi komunikator yang baik melalui penguasaan kebiasaan perilaku (habit) untuk menjadi manusia yang efektif, yakni;
1. Proaktif
Menurut Covey, kehidupan kita tidak berjalan dengan sendirinya. Sebaiknya kitalah yang menentukan apa dan bagaimana hidup kita berjalan. Kita memilih apa yang terjadi. Kebahagiaan dan kesedihan merupakan pilihan. Begitu juga dengan sukses, gagal, berani, takut, mengambil keputusan, ambivalensi, dan seterusnya merupakan situasi yang kita pilih. Dengan demikian, lanjut Covey, setiap situasi menyediakan pilihan sekaligus menyediakan kesempatan yang berbeda bagi kita untuk membuat hasil yang lebih positif. Bersikap proaktif berkaitan dengan pengambilan tanggung jawab dalam hidup. Kita tidak boleh terus menerus menyalahkan orang tua atau orang lain atas apa yang menimpa kita. Manusia yang proaktif akan selalu paham bahwa mereka tidak boleh menyalahkan faktor genetika, lingkungan atau kondisi atau perilaku mereka.
Sebaiknya manusia proaktif, sikap dan perilaku mereka akan selalu terpengaruh dengan kondisi fisik. Manusia proaktif memliki kebebasan atas pilihan perilaku mereka, tak masalah apapun kondisi fisik yang dihadapi. Manusia proaktif akan selalu merasa baik walaupun cuaca tidak baik, sebaliknya manusia reaktif akan merasa tidak baik dalam cuaca yang tidak baik.
Kemampuan menentukan perilaku secara bebas yang dimiliki manusia proaktif tercermin lewat bahasa yang digunakan seperti “SAYA BISA”, “SAYA INGIN”, “SAYA LEBIH SUKA”, dan seterusnya. Sebaliknya manusia reaktif lebih memilih bahasa “SAYA TIDAK BISA”, “SAYA HARUS”, “JIKA SAYA”, dan seterusnya. Manusia reaktif ini merasa tidak bertanggung jawab atas apa yang mereka katakan atau lakukan.
2. Rencanakan sesuatu dengan tuntas dalam pikiran;
Habit nomor dua ini didasarkan pada imajinasi, yakni kemmapuan manusia untuk melihat apa yang belum terjadi. Menurut Covey, hal ini sesuai dengan prinsip bahwa sesuatu diciptakan dua kali, yakni pertama penciptaan mental dan kedua penciptaan fisik yang mengikuti penciptaan mental. Sama persis ketika seseorang membuat gedung yang sebelumnya ia membuat rancangannya.
3.Membuat prioritas;
“Put first things first”, merupakan istilah untuk membuat prioritas. Menurut Covey, hal ini penting karena tanpa prioritas kita tidak mempunyai fokus, baik dalam tujuan, nilai, peran, dan prioritas. Apa yang harus didahulukan? Menurut Covey, hal yang utama adalah apa yang secara personal memiliki harga yang paling tinggi, yang dalam konteks Covey adalah hubungan personal (Personal Relationship).
4.Berpikir menang-menang (win-win);
Berpikir menang-menang bukanlah untuk menyenangkan orang lain atau teknik untuk membagi keuntungan, tapi lebih merupakan karakter yang didasarkan pada Kode Etik Berinteraksi dan Bekerja sama dengan orang lain. Kebanyakan dari kita menerapkan pola pikir menang-kalah (win-lose), yakni; saya menang/untung orang lain kalah/rugi, atau sebaliknya kalau orang lain menang/untung maka saya kalah/rugi. Menurut Covey, hal ini wajar karena hidup memang penuh dengan kompetisi. Pola pikir menang-menang melihat hidup bukan kompetisi, melainkan kooperasi (bekerja sama). Maka yang dicari adalah relasi yang mutual (saling menguntungkan). Seseorang yang menerapkan pola pikir manang-menang harus memiliki Tips Karakter Vital :
1. Integritas, yakni bertahan pada perasaan, nilai, dan komitmen yang benar;
2. Kedewasaan, yakni mengungkapkan ide dan perasaan dengan memperhatikan ide dan perasaan orang lain; dan
3. Kekayaan Mental, yakni kepercayaan bahwa segala sesuatu akan selalu cukup untuk dibagi pada semua orang.
4. Memahami, bukan dipahami
Berusahalah untuk selalu memahami orang lain, bukan sebaliknya menuntut orang lain memahami kita. Kunci untuk memahami orang lain adalah mendengarkan apa yang orang lain katakan. Mendengarkan butuh perhatian khusus, karena tidak seperti membaca dan menulis, aspek komunikasi satu ini tidak dipelajari secara khusus di sekolah. Pada sisi lain, seseorang biasanya mendengarkan adalah untuk memberi tanggapan, bukan untuk memahami.
Kita akan, mendengarkan orang lain berbicara dengan frame pikiran kita, sehingga makna keseluruhan yang disampaikan orang lain tersebut menjadi tidak diterima dengan utuh. Kita bahkan mem-filter apa yang kita dengar dengan pengalaman, minat, dan kepentingan kita.
5.Sinergi
Sinergi berdasarkan prinsip “dua kepala lebih baik daripada satu kepala”. Sinergi dilakukan untuk menghasilkan kerja sama yang kreaktif. Sinergi menghasilkan kebersamaan yang bisa memproduksi hasil yang lebih baik dibandingkan secara individual. Dalam sinergi kita bersikap terbuka terhadap pengaruh orang lain, karenanya perbedaaan harus dilihat sebagai kekuatan, bukan kelemahan.
6.Memanfaatkan aset yang dimiliki
Aset yang dimaksud Covey, adalah fisik, sosial/emosional, mental, dan spiritual. Keseluruhan aset tersebut harus secara terus-menerus diasah sehingga mendatangkan hal-hal positif secara maksimal. Untuk aset fisik, olah raga, dan istirahat. Untuk aset sosial/emosional bisa dilakukan dengan membangun hubungan yang bermakna dengan orang lain. Aset mental bisa diasah dengan belajar membaca, menulis, dan mengajar. Sedangkan aset spiritual Covey menganjurkan cara mengasah dengan meditasi, ibadah, musik serta seni.
C . Hambatan komunikasi
Di dalam komunikasi selalu ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran jalannya proses komunikasi. Sehingga informasi dan gagasan yang disampaikan tidak dapat diterima dan dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan atau receiver. Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkan komunikasi tidak efektif yaitu adalah
1. Status effect
Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.
2. Semantic Problems
Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi keledai dan lain-lain.
3. Perceptual distorsion
Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya.
4. Cultural Differences
Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan, agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.
5. Physical Distractions
Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.
6. Poor choice of communication channels
Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas.
7. No Feed back
Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer.
BAB III
PENUTUP
A . KESIMPULAN
PENUTUP
A . KESIMPULAN
Humility berasal dari kata bahasa Arab “ tawadu` “. mempunyai arti sederhana dan rendah hati. Rendah hati yaitu: menghindari dari membangga-banggakan diri sendiri (riya) dan menghindari dari meremehkan orang lain, yang dimaksud dengan membanggakan diri itu adalah; merasa dirinya sendirilah yang paling tinggi dan paling dihormati dan menganggap yang lain bawahan. Karakter ini banyak sekali kita temukan dimana seseorang itu merasa dirinya adalah orang penting, dan sangat berpengaruh dia juga sangat takut kalau tidak memperoleh kemashuran/terkenal atau dia menjadi orang yang arogan (congkak) kepada orang lain.
Kesederhanaan atau rendah hati menjadikan seseorang itu melakukan perbuatan baik tanpa berusaha untuk dicatat dan tanpa dipamerkan. Lawan dari kesederhanaan dan rendah hati adalah merasa bangga.
B . SARAN
Untuk menciptakan komunikasi yang baik dan efektif, seyogyanya kita harus memperhatikan aspek yang menjadi faktor penghambat dalam berkomunikasi agar tidak terjadi penyimpangan dalam komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cangara, Hafidz, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
2. David J Swarz, 1996, Berfikir dan berjiwa besar, Binarupa Aksara, Jakarta.
3. Effendy, Onong Uchjana, 2003, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
0 komentar:
Posting Komentar